Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan
*) Oleh Muhammad Zaini
18 Feb 2025 10.00 WIB. Opini
Ada harapan tinggi dari pihak orangtua dan masyarakat luas, agar pendidikan di Indonesia dapat meningkat dari sisi kualitas dan mutu. Tidak hanya itu, pendidikan diharapkan menjadi jembatan kesenjangan ekonomi yang sampai kini masih jauh panggang dari api. Pun demikian, dambaan orangtua setelah anaknya mengenyam pendidikan dapat mengalami perubahan nasib, bagaimana tidak seberat nasib yang dialami oleh orangtuanya.
Hal itu–tidak boleh tidak–harus dimulai dari peningkatan mutu dan kualitas pendidikan. Kelompok sosial-ekonomi manapun, baik kelompok yang berpunya maupun yang tidak, selalu mengidamkan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya. Seribu jalan harus mereka tempuh, demi masa depan pendidikan anak yang menjanjikan perubahan ke arah nasib yang lebih baik.
Keterlibatan negara, terutama melalui Kemendikdasmen perlu ditingkatkan. Penting penelusuran berbasis ‘research’ untuk memperoleh data yang akurat tentang kelompok yang termarjinalkan akibat tak tersentuh oleh layanan pendidikan yang berkualitas. Perlu mendapat ‘obat mujarab’ melalui layanan pendidikan, dimana hal itu menjadi–salah satunya–tanggung jawab pemerintah.
Indonesia yang tergolong masyarakat prismatik, perlu perubahan mendasar dari aspek pendidikan. Dalam hal ini, kemendikdasmen era Presiden Prabowo-Gibran sudah terlihat sangat gigih mereformasi bidang pendidikan. Sejumlah terobosan telah diluncurkan, dan perlu dukungan moral untuk menjadi sebuah kebijakan strategis untuk kemajuan pendidikan bagi semua.
Pilihan Perubahan di Bidang Pendidikan
Pendidikan harus menjadi fokus utama untuk melakukan perubahan mendasar, terutama bagi masyarakat prismatik seperti Indonesia. Ki Hadjar Dewantara (2013) mengungkapkan, negara wajib melaksanakan tiga hal. Pertama, memperbanyak sekolah bagi anak-anak di seluruh Indonesia. Kedua, meningkatkan kualitas pembelajaran untuk mempermudah anak-anak dalam mempelajari berbagai hal secara mendalam. Ketiga, mendidik anak-anak agar mereka bangga sebagai bagian dari rakyat Indonesia.
Abdul Mu’ti, Mendikdasmen Republik Indonesia merujuk pada ungkapan Ki Hadjar Dewantara tersebut, menggagas ‘Rumah Pendidikan’ sebagai kelanjutan dari gagasan menteri sebelumnya, Nadiem Makarim. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikdasmen, Suharti menyampaikan bahwa peluncuran ‘Rumah Pendidikan’ akan membawa dampak perubahan besar dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia.
‘Rumah Pendidikan’ sebagai bentuk penyempurnaan terhadap ‘Platform Merdeka Mengajar’ (PMM) yang digagas oleh Nadiem Makarim dapat menjadi tonggak penting menuju sistem pendidikan yang inovatif yang mendukung program Asta Cita Prabowo-Gibran, demi tercapainya visi Indonesia Emas 2045.
Portal ‘Rumah Pendidikan’ merupakan platform baru sebagai satu wadah atau sistem nilai yang ‘Ramah’ yaitu, akronim dari responsif, akuntabel, melayani, adaptif dan harmonis. Abdul Mu’ti mengakui, bahwa portal ini bentuk dari integrasi dengan platform sebelumnya, agar berkelanjutan dan tidak tumpang tindih aplikasi.
Abdul Mu’ti membuat semacam ‘cetak biru’ peta transformasi digital pendidikan. Dimana perilisannya dilakukan secara bertahap, yang dirinci melalui roadmap pengembangan ‘Rumah Pendidikan’ dalam tiga fase. Pertama, tahun 2025 tahap integrasi layanan yang lebih dari 950 aplikasi menjadi satu portal informasi, bernama ‘Ruang GTK’. Kedua, tahun 2026-2027 tahap penguatan ekosistem melalui teknologi API (Application Programming Interface). Ketiga, tahun 2028-2029 tahap implementasi layanan penuh, yang mencakup otomatisasi dokumen administratif dan layanan berbasis personalisasi.
Dalam penuturan Yudhistira Nugraha, Kepala Pusdatin, setiap tahun ‘Rumah Pendidikan’ akan di-update untuk peningkatan kualitas layanan digital, infrastruktur, dan kolaborasi antar direktorat di Kemendikdasmen untuk memastikan kebermanfaatan setiap Ruang di dalam Portal secara berkelanjutan.
Inilah alasan kuat, bahwa berdasarkan riset, Kemendikdasmen menjadi salah satu kementerian yang menunjukan sikap positif pada 100 hari kerja pertama era Pemerintahan Prabowo-Gibran. Bahkan tidak hanya itu, Mendikdasmen Abdul Mu'ti juga turut diapresiasi dan terpilih menjadi salah satu menteri yang peringkat kinerjanya baik.
Pilihan perubahan di bidang pendidikan yang diprakarsai oleh Abdul Mu’ti, tentu tidak sekadar capaian yang layak diapresiasi, tetapi juga dapat menjadi motivasi bagi Kemendikdasmen untuk terus memberikan layanan pendidikan terbaik demi mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua.
Kesetaraan Kesempatan dan Layanan Pendidikan
Selama ini pendidikan lebih banyak menyentuh masyarakat perkotaan. Kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dalam implementasinya masih dirasa belum maksimal untuk sekolah-sekolah yang ada di pedesaan. Masih saja terdapat kesenjangan pemahaman antara kebijakan pusat dan pelaksana di lapangan, terutama di daerah-daerah terpencil.
Tentu dipicu oleh banyak faktor, antara lain keterbatasan fasilitas, kesiapan dan ketersediaan tenaga pendidik, serta akses informasi yang kerap terhambat oleh ketidakterjangkauan media internet. Kondisi semacam ini yang melatar belakangi Mendikdasmen Abdul Mu’ti untuk melihat kembali arah kebijakan sebagai bentuk perbaikan dari kebijakan-kebijakan sebelumnya.
Salah satu perubahan yang tujuannya untuk kesetaraan kesempatan dan layanan pendidikan, Kemendikdasmen mengubah sistem zonasi menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) melalui empat jalur, yaitu domisili, prestasi, afirmasi dan mutasi (Tempo: 30/1/2025). Berbeda dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang hanya fokus pada sistem zonasi, sebagaimana telah berjalan pada sistem sebelumnya.
Disini Abdul Mu’ti berpikir matang untuk melengkapi dan menyempurnakan–bukan menghapus atau mengabaikan–terhadap sistem sebelumnya secara bijak. Sistem zonasi diakui menjadi upaya untuk memberi akses yang setara, dan adil, tanpa melihat latar belakang perbedaan status ekonomi. Namun dipandang masih ada kelemahan, sehingga Kemendikdasmen segera melakukan penyempurnaan melalui empat jalur SPMB.
Perubahan dari sistem zonasi ke domisili tidak berlaku untuk semua jenjang pendidikan. Jenjang SD perubahannya pada persentase masing-masing jalur saja. Sementara untuk jenjang SMP-SMA sederajat berubah dari jalur zonasi ke domisili, ditunjang oleh jalur akademik dan non-akademik yang meliputi olahraga, seni dan kepemimpinan bagi yang aktif di pengurus OSIS (Kompas: 30/1/2025 ).
Perubahan semacam ini menurut Abdul Mu’ti tidak sekadar berubah nama saja, melainkan untuk memastikan setiap warga negara dapat memperoleh layanan pendidikan yang bermutu dan setara. Seperti persentase jalur afirmasi dapat ditambah dengan penyandang disabilitas dan keluarga kurang mampu. Sedangkan jalur mutasi diperuntukkan bagi perpindahan tugas orangtua.
Dalam hal ini, kesetaraan kesempatan dan layanan pendidikan dapat dirasakan oleh semua. Peningkatan kualitas pendidikan berlaku untuk siapapun, tidak pandang yang berdomisili di perkotaan dan di pedesaan. Semua dianggap setara dalam mendapatkan kesempatan dan layanan pendidikan yang lebih baik.
*) Muhammad Zaini, Guru, Penulis dan Penggerak literasi
Tulisan ini dimuat di media online :https://suarajatimpost.com/arah-kebijakan-pendidikan-kemendikdasmen