Pembelajaran, Jendela Ilmu dan Kebermaknaan
*) Oleh Muhammad Zaini
22 Apr 2025 09.36 Wib. Opini
Dunia anak-anak selalu mengasyikkan. Setiap guru yang menikmati dunia anak akan selalu terpancing menghadirkan pendekatan baru untuk menjadi bagian dari proses belajar mereka. Apapun yang menjadi sisi keunikan anak akan dipandang sebagai dinamika yang menantang. Kompetensi pedagogik seorang guru akan semakin tergali. Anak dengan segala keaktifannya memerlukan kreativitas dan peran seorang guru. Pembelajaran yang disajikan harus ditampilkan dengan cara-cara yang menyenangkan.
Dalam pendekatan ‘deep learning’ seorang guru harus mampu menguasai materi ajar dengan baik dan mampu mengbangkitkan motivasi belajar mendalam bagi anak. Beragam keunikan anak harus disiapkan model-model pembelajaran yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan minat belajar anak. Pembelajaran berdiferensiasi penting untuk menjadi salah satu metode untuk mengantar anak pada proses belajar yang menyenangkan dan menjawab kebutuhan mereka.
Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiated Based Learning) dapat dikemas dalam proses pembelajaran yang kontekstual. Anak digiring pada proyek pembelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan minat dan kebutuhan mereka. Di satu sisi anak dihadapkan pada tantangan baru untuk menghasilkan sebuah produk karya, sehingga mereka mengalami proses pembelajaran (experiential learning) dengan baik. Disisi lain, mereka juga belajar mengatasi masalah secara mandiri di tengah kerumitan yang ditemui, sehingga mereka dapat menjumpai makna-makna baru secara mendalam.
Guru berposisi sebagai fasilitator yang mampu memberi umpan balik (feedback) agar anak terus terangsang untuk termotivasi belajar. Secara bertahap anak akan bangkit pola pikir kritisnya yang didasari oleh bangkitnya kesadaran belajar tanpa henti. Di mana-mana mereka akan merasa ada kebutuhan belajar dari setiap apa yang mereka lihat. Bahkan mereka akan cenderung memaknai setiap realitas nyata yang dihadapi.
Dengan demikian sekolah akan menjadi gerbang kesadaran belajar, bukan institusi pendidikan yang banyak memberikan beban belajar kepada anak. Anak di sekolah akan bahagia, gembira dan ceria (joyfull). Materi ajar yang siap tersaji untuk mereka, tanpa disadari akan mudah dicerna dan dipahami. Guru kehadirannya pasti ditunggu. Dalam setiap pembelajaran, kehadiran guru juga dirindukan. Guru pun menjadi lebih terpacu untuk menghadirkan kebermaknaan dalam pembelajaran.
Anak dalam konteks ini akan mudah menemukan jati dirinya. Mereka belajar benar-benar dapat memiliki kesadaran baru, sampai mereka mengalami kebermaknaan belajar. Belajar, tersemat di ruang kesadarannya menjadi kebutuhan dan menjadi bagian dari kehidupannya. Dalam teori konstruktivisme, anak akan bangkit menjadi pribadi yang berinisiasi tinggi untuk terlibat penuh dalam setiap tanggung jawab belajar yang dihadapi. Dari hasil proses belajar, anak akan menjadi lebih mandiri dalam kemampuannya memecahkan masalah.
Belajar bagi anak tidak sekedar menggugurkan kewajiban berada di lingkungan sekolah formal, tetapi menjadi aksi nyata untuk menemukan jati dirinya melalui jendela belajar. Anak ke sekolah merindukan kehadiran guru, dan bangkit semangatnya untuk menangkap setiap model pembelajaran yang adaptif sesuai dengan eranya. Guru selalu tampil dengan prima yang selalu berupaya mengadaptasikan dirinya dengan dunia teknologi digital.
Konten-konten pembelajaran disajikan dan diintegrasikan dengan perkembangan teknologi terkini. Pendekatan TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge) menjadi prioritas utama, di mana pembelajaran didesain dalam kerangka kerja yang menggabungkan pengetahuan teknologi, pedagogik, dan materi ajar (content) untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Murid dapat dengan mudah menangkap pembelajaran, karena membawa mereka ke dunia digital di satu sisi, dan menikmati proses pembelajaran secara bermakna di sisi lain.
*) Muhammad Zaini, Pendidik dan Pecinta Literasi.
Tulisan ini juga di media https://satubanten.com/pembelajaran-jendela-ilmu-dan-kebermaknaan/