Mengenang Almamater UIN Suka Yogyakarta

*) Oleh Muhamamd Zaini
19 Apr 2025 06.32.19 Wib. Feature


Tiba-tiba saya kedatangan tamu, seorang mahasiswi dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia datang malam hari, 17 Apr 2025 20.00 Wib dengan didampingi oleh orangtuanya. Ia berasal dari desa Tobungan, Kecamatan Galis, Pamekasan. Kehadirannya ke rumah dalam rangka interview tugas akhirnya strata 1 di Fakultas Syariah, jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum (PMH). Sebuah kohormatan saya didatangi seorang mahasiswi itu, kerana mengingatkan almamater saya, 19 tahun yang silam saya sebagai mahasiswa di Yogyakarta, jurusan perbandingan mazhab dan hukum di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Mahasiswi itu bernama lengkap, Afifah Zahrah Zain. Sebelum ia menyampaikan interview-nya, pertama yang saya tanyakan, bagaimana cerita singkatnya sebagai seorang perempuan bisa melanjutkan S1 ke Yogyakarta. Ia kemudian menyampaikan liku perjalanannya sampai di tanah Yogyakarta, sebagai kota terpelajar dan pendidikan. Ternyata ia seorang santri di Pondok Pesantren Annuqayah Latee—juga almamater pondok pesantren saya—dan Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Pacet. Ternyata dua pondok pesantren besar tersebut, yang menjadi cikal bakalnya dapat melanjutkan kuliah di UIN Suka Yogyakarta melalui jalur prestasi.

Afifah Zahrah sangat terlihat bahwa ia mahasiswi yang cerdas. Pertanyaan interview yang disampaikan cukup berbotot. Sebagai alumni pesantren ia sangat tepat mengambil jurusan PMH. Wawasan keagamaannya relatif luas dan benar-banar menguasai aspek perbandingan (muqaran) di antara para madzhab hukum. Ia menyusun sekripsi, dengan mengambil judul “Analisis Perbandingan Penerapan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) Antara Ormas NU dan Muhammadiyah”. Judul ini masih aktual dan terkini, dan Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang menggagas ide KHGT ini, masih dalam proses penetapan untuk diberlakukan di Indonesia.

Saya mengapresiasi Afifah Zahrah dapat mengangkat judul tersebut sebagai syarat tugas akhir S1. Langkah yang cukup berani ia lakukan, karena ia harus mampu memadukan dan meramu dua pemikiran ormas besar, yang kerap berbeda pandangan dalam urusan fiqih. Jika analisis perbandingan itu benar-benar dilakukan dengan cermat dan bijak, sampai menemukan titik temu yang tepat, maka hal itu akan menambah khazanah pemikiran Islam di Indonesia. Kita mengetahui bersama, di Indonesia selalu diramaikan dengan penetapan awal Ramadhan dan awal bulan syawal, bahkan sampai kini belum ada motede yang dapat menjadi pemersatu umat Islam.

Saya mendorong Afifah Zahrah, agar skripsi yang ia susun menjadi satu pemikiran yang utuh dan genuine. Saya juga memotivasi, skripsi yang ia tulis tidak sekadar memenuhi kewajiban tugas akhir kesarjanaan, namun benar-benar diperdalam untuk memperoleh intisari ilmu, sehingga rujukan atau referensi yang mendukung harus diupayakan maksimal. Jika memungkinkan, dengan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan, skripsi Afifah Zahrah dapat diterbitkan menjadi sebuah buku, untuk bisa diakses publik menjadi sebuah pemikiran yang bermanfaat bagi masyarakat luas dan kalangan akademisi.     

*) Muhammad Zaini, Ketua Majelis Tabligh PDM Pamekasan