Awal Pengabdian di MTs Al-Azhar Kalijaya
*) Oleh Muhammad Zaini
20 Mei 2025, 11.50 Wib. Refleksi
Kenangan yang tidak terlupakan itu bermula saat saya pertama kali mengabdi di sebuah lembaga pendidikan, yaitu MTs Al-Azhar Kalijaya, yang terletak di Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen. Tahun itu adalah 2007–2008, ketika lembaga ini baru saja didirikan atas kerja sama antara masyarakat setempat dan bantuan dari pemerintah Australia. Keberadaan MTs Al-Azhar Kalijaya sangat dinantikan oleh masyarakat Kalijaya, karena wilayah ini memang membutuhkan akses pendidikan yang lebih merata dan berkualitas.
Pengumuman rekrutmen guru dan tenaga kependidikan saat itu dibuka secara terbuka dan diumumkan secara luas. Saya termasuk salah satu pelamar yang mengikuti proses seleksi bersama puluhan calon guru lainnya. Proses seleksi berlangsung sangat ketat dan kompetitif, karena hanya mereka yang dianggap layak dan memiliki kompetensi sebagai guru profesional yang akan diterima.
Saat itu saya adalah seorang perantau di Kebumen. Saya datang ke Kebumen karena takdir pertemuan jodoh dengan istri saya. Saya masih ingat betul, saat itu saya baru dikaruniai satu orang anak, dan saya sedang dalam kondisi sangat membutuhkan pekerjaan. Alhamdulillah, saat itu saya termasuk yang diterima sebagai guru di MTs Al-Azhar Kalijaya. Ini adalah awal dari perjalanan pengabdian saya dalam dunia pendidikan formal.
Perjuangan di Awal Berdirinya Sekolah
Sebagai lembaga pendidikan yang baru berdiri, tentu banyak tantangan yang harus dihadapi. Tugas para guru yang diterima pada angkatan pertama tidak hanya sekadar mengajar. Kami tidak langsung masuk ke kelas dan mulai mengajar murid, karena saat itu murid belum ada satu pun. Bahkan untuk membuka tahun ajaran baru, kami harus terlebih dahulu mencari calon peserta didik dari berbagai pelosok desa di sekitar Kalijaya.
Saya dan teman-teman guru yang lain, dengan semangat tinggi, terjun langsung ke lapangan untuk mempromosikan sekolah. Kami melakukan kunjungan ke berbagai SD, memperkenalkan MTs Al-Azhar Kalijaya, dan mengajak para siswa lulusan SD untuk melanjutkan pendidikan di tempat kami. Ini bukan tugas yang ringan. Kami harus tampil sebaik mungkin untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Guru laki-laki diwajibkan mengenakan dasi saat melakukan presentasi ke sekolah-sekolah, sementara guru perempuan berpakaian sangat rapi dan sopan.
Semangat kebersamaan dan kekompakan para guru menjadi modal utama dalam perjuangan tersebut. Kami menyusun strategi, membuat materi presentasi, hingga mempersiapkan brosur dan surat resmi untuk disampaikan ke pihak sekolah dan wali murid. Semua itu kami lakukan dengan sepenuh hati dan penuh tanggung jawab, demi keberlangsungan sekolah yang baru dirintis ini.
Pengalaman tersebut menjadi pelajaran berharga bagi saya, bahwa menjadi guru bukanlah profesi yang instan dan langsung nyaman sejak awal. Dibutuhkan perjuangan, pengorbanan, dan persiapan mental yang kuat. Kini, melihat MTs Al-Azhar Kalijaya yang terus berkembang dan menjadi salah satu pilihan pendidikan di wilayah tersebut, saya merasa bangga pernah menjadi bagian dari perjuangan awalnya. Semua kenangan itu akan selalu melekat dalam ingatan saya sebagai kisah indah dalam perjalanan hidup dan pengabdian saya di dunia pendidikan.
*) Muhammad Zaini, Guru MTs. Al-Azhar Kalijaya, Alian, Kebumen, Tahun 2007/2009.