Kiai Muqsith Wafat Pada Usia 90 Tahun
*) Oleh Muhammad Zaini
17 Feb 2025 20:30 WIB· Relfleksi
Tiba-tiba beredar kabar, K.H. Muqsith Idris–salah satu pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Latee–telah berpulang ke Haribaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau dipanggil pulang menghadap-Nya pada usia genap 90 tahun. Tentu, ini hitungan usia yang tidak pendek. Saat saya awal nyantri di Latee, masuk sekitar tahun 1992, K.H. Muqsith Idris berarti sudah menginjak usia 57 tahun.
Pada usia saya saat ini 45 tahun, beliau wafat. Sungguh, sebuah rentang waktu sangat panjang. Demikianlah, waktu berjalan dan berputar cepat. Bagi santri yang lulus dari Annuqayah tahun 1998, berarti 27 tahun yang silam, kita semua sebagai santri sering bertatap muka dengan beliau. Sesekali beliau melempar senyum, saat berpapasan dengan santri. Kita sebagai santri terbiasa merespon, dengan tradisi menundukkan kepala, sebagai wujud rasa hormat dan ta’dzim pada sang kiai.
Jika dihitung dari usia remaja, sejak kelahiran beliau 1935, beliau telah mengabdi di pesantren, sekitar–kurang lebih–60 tahun. Cukup panjang dedikasi beliau untuk sebuah perjuangan di dunia pendidikan pesantren. Sehari-hari, beliau menghabiskan rutinitasnya hanya berinteraksi dengan santri. Mengasuh dan menjadi pilar moral santri dan masyarakat. Tentu, hal ini bukan tugas ringan, dan mudah dijalani. Tidak semua di antara kita mampu mengemban tugas mulia itu, dengan penuh istiqomah.
Beliau wafat, tepat malam tanggal 15 nisfu sya’ban, tahun 1446 hijriyah, bertepatan dengan Kamis 13 Februari 2025 Masehi. Bulan itu merupakan bulan laporan amal. Pun malam mulia, karena bertepatan dengan malam sayyidul ayyam, malam jumat. Dilihat dari sisi momentum wafat beliau, insya Allah beliau tercatat sebagai sosok hamba Allah yang chusnul khotimah. Jasa-jasa beliau sungguh menjadi saksi amal sholehnya. Pengabdiannya suci, perjuangannya sejati, dan napak tilasnya benar-benar menjadi rekam jejak yang patut diteladani.
Kehilangan Figur Kharismatik
Duka mendalam sangat terasa. Guluk-guluk kehilangan sosok figur kiai sepuh yang kesekian kalinya, sebagai panutan dan “sokoguru” moral dan keteladanan utama. Zaman berputar dan bergerak tiada henti. Akhir zaman pun semakin dekat. Hanya hamba-hamba yang beriman yang menyadari tanda-tanda zaman akhir itu. Seorang Kiai atau pemuka agama yang mengazamkan diri, mengabdi di tengah masyarakat dengan ilmunya yang mendalam, akhir-akhir ini terasa semakin langka, karena tantangan dan godaannya memang berat.
Pantas jika Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan” (HR Bukhari).
Bersyukur kita sebagai alumni Annuqayah, pernah nyantri untuk memperoleh tetesan ilmu para kiai. Kita mengamalkan ilmu itu di tengah masyarakat, apapun perannya. Hal itu, semata-mata sebagai amanah Sang Kiai untuk menebar kebermanfaatan. Insya Allah nilai manfaat yang kita lakukan, akan terus menjadi jalan mengalirnya amal-amal kebaikan para kiai Pondok Pesantren Annuqayah di alam barzakh sana.
Hal ini juga menyadarkan kita semua, betapa penting menjaga “mata rantai” kebaikan terus berkesinambungan. Betapa penting pula kita menyadari, bahwa teladan utama harus saling kita junjung tinggi. Para kiai yang telah mendahului kita, akan semakin harum dan bersinar, jika kita sebagai alumni dapat menjadi penerus perjuangannya. Semua itu, supaya terbentuk tali ikat nilai kebermanfaatan yang terus hidup di tengah masyarakat. Selamat jalan Kiai Muqsith Idris, ajunan pantas menjadi hamba Allah yang kelak akan dimuliakan di surga-Nya. Amien.
*) Muhammad Zaini, Santri Annuqayah Latee, Guluk-guluk Semenep, Angkatan 1998