Ramadhan, Idul Fitri dan Kemanangan Sejati
*) Oleh Muhammad Zaini
07 Apr 2025 20:30 WIB· Relfleksi
Ramadhan telah berpisah dengan kita, dengan menyisakan kenangan yang indah dan rindu yang mendalam. Keberkahannya dapat dirasakan oleh semua manusia yang di hatinya terpancar cahaya iman yang terang. Ramadhan hadir setiap tahun sebagai tamu agung yang diturunkan langsung oleh Tuhan Maha Kuasa.
Sebulan penuh umat beriman menunaikan ibadah puasa untuk menjelma menjadi pribadi yang kembali suci. Siang menarhan lapar dan dahaga, malam totalitas beribadah dengan tengadah doa penuh ketulusan. Ramadhan benar-benar menjadi bulan sangat istimewa yang menghadirkan kemuliaan, keberkahan dan karunia pahala yang berlipat ganda.
Malam-malam Ramadhan hidup dengan amal ibadah yang menentramkan jiwa. Suasana hati terasa tenang dan damai, karena Ramadhan menyinari hati yang sedang penuh harap ingin meraih pengampunan-Nya. Semua insan beriman tunduk dan bersimpuh untuk sebuah harapan mulia yaitu, menjelma menjadi seorang hamba untuk dapat meraih derajat takwa secara paripurna.
Puasa benar-benar menghadirkan nilai ibadah yang sempurna. Ada peningkatan spritual yang mendidik setiap insan beriman untuk semakin dekat dengan Rabb-nya. Ada juga sentuhan aspek sosial yang melatih setiap insan beriman untuk semakin peka menghadapi berbagai gelajar sosial di lingkungan sekitarnya.
Ketika ibadah puasa ditunaikan dengan harus menahan lapar dan dahaga, maka di situ juga ada nilai moral yang melatih diri dan jiwa untuk mampu menahan diri dari berbagai bentuk gejolak jiwa yang diliputi nafsu. Ramadhan ibarat sebuah pelatihan, maka ia menjadi paket training untuk menempa diri kembali ke kondisi bersih dan suci.
Penjelmaan Diri Kembali ke Suasana Fitri
Pasca Ramadhan, insan beriman meluapkan rasa kebahagiaan dalam momen ‘Idul Fitri. Selama dalam satu bulan insan beriman diwajibkan berpuasa, maka ia kembali boleh makan seperti sediakala. Momen ‘Idul Fitri menjadi semacam simbol penjelmaan jiwa yang kembali ke suasana fitrah (suci), dan sakaligus menjadi momen untuk menikmati sajian makanan sebagai ungkapan syukur kepada Rabb-nya.
Ungkapan rasa syukur itu, harus dilantunkan dalam bentuk kalimat takbir sebagai wujud kebahagiaan atas karunia hidayah yang berikan oleh Allah SWT. Ada kemenangan yang dirasakan oleh insan beirman, karena dalam kurun waktu satu bulan dapat menempa diri menjadi pribadi yang bersih melalui ibadah puasa.
‘Idul Fitri juga menjadi sebuah luapaan kegembiraan yang dapat dirasakan oleh diri sendiri, keluarga dan sesama. Suasana ‘Idul Fitri tidak sekadar dirasakan sebagai eforia kesenangan tanpa makna, namun hadir pula sebuah tradisi ‘Halal Bihalal’ yang diikat oleh budaya salling mengunjungi.
Dalam Islam, tradisi berkunjung itu disebut dengan silaturrahim. Satu sama lain saling berkunjung, berjabat tangan untuk saling memaafkan. Jadi, jiwa bersih pasca Ramadhan berdampak pada kehidupan sosial yang ditandai dengan saling melepas rasa salah dan khilaf di antara sesama.
‘Idul Fitri hadir dapat menjadi tanda kemenangan jiwa, setelah sebulan penuh semua organ tubuh berlatih menahan diri. Hati dijaga dari segala bentuk kotoran, kedengkian dan amarah yang melampaui batas. Puasa tidak sekadar menjadi ritual fisik, tetapi juga menjadi ritual hati yang puncaknya dapat kembali bersih dan suci.
Pantas kalau puasa memiliki tujan membentuk pribadi bertakwa, karena ada banyak nilai puasa yang dapat menyentuh semua aspek kehidupan. Insan beriman disiapkan menjadi pribadi yang kuat aspek spritualnya, tangguh mental sosianya dan teguh karekter moral dan akhlaknya. Semua itu, menjadi modal kuat untuk menjadi pribadi yang baik melalui capaian nilai takwa yang sempurna.
*) Muhammad Zaini, Penulis, Pendidik dan Penggerak Literasi.