Ramadhan dan Kenangan Indah yang Merindukan
*) Oleh Muhammad Zaini
Tulisan ini disampaikan pada Khutbah Jumat 12 Syawal 1446 H
di Masjid Al-Munawarah Pamekasan
11 Apr 2025 17:00 WIB· Refleksi
Ramadhan benar-bebar menyisakan kenangan yang indah. Di dalamnya terdapat semangat ibadah yang berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Hari-hari saat Ramadhan kita jalani dengan dihiasi keindahan yang tiada bertepi. Siang menahan lapar dan dahaga, malam kita beribadah dan menghidupkan malam-malam Ramadhan. Lewat ibadah puasa, kita ditempa menjadi hamba yang muttaqin yaitu, predikat mulia yang langsung disematkan oleh Allah Swt.
Pasca Ramadhan, kita berharap nilai-nilai ketakwaan itu membekas yang tercermin dalam perilaku utama. Selain itu, ia dapat menyatu dalam perilaku kehidupan sehari-sahari, sehingga kita dapat menjelmakan diri menjadi pribadi yang bersih, suci dan berkah. Paket pelatihan Ramdhan didesain langsung oleh Allah Swt untuk mendidik kita menjadi semakin tajam dimensi spritualnya, semakin peka sosialnya dan semakin baik akhlaknya.
Ramadhan benar-benar merindukan. Ada banyak keistimewaan yang kita rasakan, ia mampu mengeduksi diri menjadi lebih disiplin beribadah. Kita sebagai manusia memang disiapkan menjadi hamba yang terbaik (khairu ummah) agar menjadi uswah atau teladan bagi kehidupan. Bahkan, Ramadhan dapat menjadi media terapi bagi setiap insan beriman, untuk memiliki kesadaran tinggi tentang hablun minallah dan hablun minannas.
Puasa bertujuan membentuk peribadi taqwa, karena mencakup nilai kebaikan yang lengkap dan komprehensif. Shahabat Ali Radhiyaallah ‘anh, menyampaikan ada 4 komponen ketakwaan yang seharusnya terekam dalam kehidupan kita sehari-sehari. Pertama, Alkhaufu minal jalil, (rasa takut kepada Allah). Rasa takut itu mengakar di hati yang dapat mengantar seseorang semakin tinggi ketaatannya kepada Allah Swt.
Kedua, Al’amalu bittanzil yaitu, meningkatnya amal kebaikan yang menghiasa kehidupan, dan amal itu sesuai dengan ketentuan perintah Allah dan sunnah Rasuln-Nya. Dengan keimanan yang kokoh, insan beriman dapat meningkatkan amal-amal kebaikannya, agar diridhoi oleh Allah Swt. Keimanan menjadi barometer nilai kebaikan yang harus dijaga dan dipelihara, sehingga amal kebaikan itu mudah dan cepat terhubung dengan Allah Swt.
Ketiga, Arridho bilqalil yaitu, bersikap ridho dan menerima terhadap takaran Allah yang sedikit. Dengan ridho, hati menjadi lapang, hati menjadi lebih mudah membuka ruang untuk bersyukur. Pandangannya selalu positif, dan semua yang menimpa dirinya dipandang sebagai karunia terbaik. Kesabaran dan rasa syukur berjalin kelindan dan menyatu menjadi derap langkap yang menentramkan dirinya.
Keempat, Alisti’dadu birrahili yaitu, menyiapkan diri menghadapi perpulangannya menuju Allah Swt. Dengan kesiapan diri yang dibangun dengan baik sejak dini, maka ia akan membuahkan kesadaran tinggi untuk mempersiapkan bekal terbaik menuju titik puncak ajal yang telah ditentukan. Kesadaran itu akan mengantar siapapun pada gerbang keberuntungan, kebahagiaan dan kemenangan sejati.
Akhirnya, kita harus memahami bagaimana empat komponen ketakwaan tersebut bersenyawa dalam kehidupan sehari-hari dan membentuk perilaku mulia yang jauh dari sifat hubbud dunwa, cinta dunia yang jauh dari ridho Allah Swt. Dalam setiap gerak langkah kita, bagaimana nilai-nilai ketaqwaan menjadi tak terpisahkan dari setiap aktifitas, perilaku dan tindakan yang terkadang cenderung tanpa nilai dan makna.
*) Muhammad Zaini, Muballigh dan Penulis, tinggal di Pamekasan.